Analisa Bahaya Intelektual Irshad Mandji
Akhir-akhir ini media sering menyoroti perkembangan wacana ‘Allah, Liberty and Love’ karya Irshad Mandji. Banyak pro dan kontra terkait dengan hal itu. Kemarin, di Jogja tepatnya di kantor LKiS, terjadi penyerangan oleh ratusan orang saat diskusi tengah berlangsung. Bahkan ada yang melempari batu kearah peserta diskusi hingga membuat histeris Irshad Mandji (SM, 10 Mei 2012).
Penolakan serta cacian dilontarkan kepada aktifis lesbian dari Universitas New York itu. Namun juga, ada yang memberikan akomodasi forum diskusi terkait karyanya, Selasa, 8 Mei kemarin di Kampoeng Percik Salatiga. Sepertinya hal ini menarik untuk di kaji, sebenarnya ada apa sehingga membuat sebagian masyarakat Indonesia ‘menilai’ bahaya pemikiran Irshad Mandji namun ada juga yag justru memberikan ruang dialog bagi ide-idenya?.
Tak bisa di pungkiri, manusia digerakkan oleh keyakianannya tentang suatu hal. Keyakinan itu terbentuk atas persepsi-persepsi kebenarang yang telah ‘diyakini’ sebagai kebenaran. Bisa jadi keyakianan kebenaran seseorang berbanding lurus dengan pengetahuan akan ‘persepsi’ yang telah terbentuk. Hal ini kemudian membentuk sebuah tingkah laku keseharian manusia. Dari rangkaian tersebut munculah realita yang bermacam-macam sehingga sering kali menimbulkan gesekan bahkan pertentangan akan realita tertentu. Keyakinan/ideology menggerakan seseorang untuk bertindak atas nilai-nilai yang ada dari apa yang mereka yakini.
Perlu saya tekankan disini, memang ilmu pengetahuan bebas dari kepentingan apapun, tapi disini yang perlu dikaji adalah ‘siapa’ yang membawa pengetahuan dan apa tujuannya? Analisa ini kemudian di bawa dalam bingkai arus ideology dunia yang dominan. Sebenarnya agenda apa yang sedang disusun ‘mereka’ atau mungkin ‘yang lain’ untuk setting ideology bagi masyarakat Indonesia? Hal ini tentunya butuh diskusi yang lebih panjang.
Bagi ‘kaum pasar’ tentunya semua wacana liberalisasi kehidupan manusia akan membawa keuntungan bagi pasar. Asumsinya, semakin ‘bebas’ gaya hidup masyarakat, maka kecenderungan pasar akan terbawa pada keadaan dimana masyarakatlah yang menentukan, bukan pemerintah. Bukankah hal ini sesuai dengan prinsip mendasar dari teori pasar bebas? Sekarang pertanyaanya, siapakah Irsyad Mandji? Kira-kira dia mewakili kepentingan siapa? Ataukah memang benar, dia hadir murni membawa objektifitas ilmu pengetahuan?
Bagi yang kontra, kebebasan masyarakat perlu adanya satu control, jika pemerintah tidak bisa, maka kelompok atau organisasi massalah yang akan melakukannya. Kontrol tersebut diasumsikan atas nilai-nilai dari keyakinan/ideology yang hal ini dirasa ‘sesuai’ dengan kondisi masyarakat. Golongan ini kemudian menjadikan dirinya sebagai penjaga ‘kebaikan’ atas ‘keburukan’ yang mungkin hadir dalam realita mastarakat karena perbedaan sudut pandang dalam menyikapi kehidupan.
Saya melihat ada sinyal ‘bahaya’ bagi pembangunan kharakter masyarakat. Jika masyarakat sudah terkondisikan dalam pola kebebasan berfikir akut, maka tentu saja akan berdampak buruk bagi moral bangsa. Apalagi kemajuan teknologi yang semakin menghilangkan batasan serta mendistorsi nilai baik dan buruk membuat tatanan masyarakat semakin terdesak ke pojok a-moral. Tentunya hal ini sangat mengkhawatirkan jika tidak disikapi dengan serius, terutama bagi keberlangsungan generasi muda Indonesia, seperti pelajar dan mahasiswa.
Saya sepakat dengan pernyataan K.H Hasyim Muzadi di media beberapa hari yang lalu, jika lesbian dan homoseksual adalah kelainan seksual yang harus mendapatkan pertolangan medis dan psykologis. Rasanya tidak tepat membawa wacana ‘love’ untuk kaum sejenis dalam bingkai pembenaran ‘Tuhan”.
Bagi saya, ‘love’ bukan serta merta hiburan serta kebebasan. Namun jika menggunakan argumentasi pembenaran atas nama “Tuhan”, love memiliki sakralitas. Semua agama sangat menghargai kehidupan, dan kehidupan itu diawali dari ‘love’ sepasang kekasih. Lalu “Tuhan/Agama”, melembagakan ikatan “love” dalam perkawinan. Dari perkawinan inilah kemudian satu ikatan ‘love’ ini menjadi halal dan bahkan setiap aktifitasnya (juga seksual) akan mendapatkan pahala yang besar.
Orang yang hanya memaknai cinta dan seks sebagai hiburan dan kebebasan, mereka itulah orang yang tidak bisa menghargai betapa pentingnya kehidupan. Seks memiliki ruang istimewa dalam agama, karena dari sinilah kehidupan kita berasal. Semisal Lesbi dan Homoseksual di lembagakan, lalu kemana tujuan pernikahan untuk melestarikan kehidupan manusia. Bisa jadi manusia akan punah karena Lesbi dan Homo menjadi ‘trend’ kehidupan dimasa depan.
Category : Anas Maulana , artikel
Tulisan yg bagus nih..!
ReplyDelete