KAGA' BOLEH NITIP ABSEN

PMII CABANG KOTA SALATIGA | 6:44 AM | 0 komentar

Bukan rahasia bahwa system kehadiran (absen) di universitas atau perguruan tinggi menjadi kebijakan yang paling digusarkan mahasiswa. Para mahasiswa sering kali merasa bahwa ide kreatif dan gerak langkah mereka terbelenggu oleh pihak kampus.
Mahasiswa adalah agen of change. Konon, itulah mantera pusaka yang sering di dengungkan oleh para dedengkot kampus pada waktu mahasiswa angkatan baru menjalani masa proses orientasi kampus. Sekian semester kemudian, para mahasiswa itu baru tersadar bahwa jangkan mengubah bangsa ini, tercebur dalam pergerakan kampus pun mereka akan menghadapi segudang resiko.
Semenjak Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK/BKK) di gulirkan oleh rezim Orba, mahasiswa seperti kelilangan nyali. Mereka disibukkan oleh sejumlah Kredit mata kuliah (Sistem Kredit Semester/SKS) yang harus diselesaikan. Segudang regulasi, konon katanya demi menegakkan kedisplinan dan mengikuti peraturan serombongan birokrat kampus, yang lebih condong pada kapitalisasi pendidikan.
Mau tahu regulasi mana yang cukup keras ditentang oleh mahasiswa? Presensi atau absensi atau apalah namanya. Absensi yang sangat ketat mengharuskan mereka menghadiri 80% dari total pertemuan mata kuliah tiap semesternya.
Jadi, jika ada 14 kali pertemuan. Mahasiswa punya "hak" tidak masuk empat kali. Lebih dari itu? Selamat berjumpa kembali di semester berikutnya, di mata kulaih yang sama.
Sudah jelas mengapa absensi membelenggu mahasiswa? Pergulatan mahasiswa dalam proses kehidupan social tentu butuh waktu yang bukan dalam hitungan hari, minggu, atau bulan. Ada aktualisasi diri, filterisasi nilai, dan transformasi pemahaman dalam proses tersebut.
Tentu butuh waktu yang cukup banyak. Butuh penceburan yang lebih lagi dari para mahasiswa itu.
Mahasiswa sebetulnya paham bahwa ketidak hadiran dalam proses kuliah sangat potensial membuat mereka tertinggal materi. Sebaliknya, mereka juga sadar ketika mengambil resiko tidak masuk. Mengapa? Karena yakin mampu mengejar ketertinggalan materi.
Simak saja kutipan pendapat seorang mahasiswa yang cukup "tidak suka" dengan kebijakan absensi ini. "kalo ujian, tugas segala macem mah bisa gue beresin. Gue kan nggak bego. Tapi kalo absen berpengaruh sama kelulusan mata kuliah, ya gue keteter juga."
Si pencetus pendapat ini adalah mahasiswa yang dengan proaktif berjuang kulaih sambil bekerja. Mau tahu berapa banyak mahasiswa yang merasakan dan megalami hal serupa? Kita butuh sensus nasional untuk medapatkan data yang cukup valid.
Maha Pelajar
Mahasisw secara etimologi adalah maha pelajar alias pelajar yang punya title maha, pelajar besar. Maha pelajar toh tidak hanya belajar di kampus. Tidak hanya belajar sekian teori lewat buku dan diktat. Tetapi juga memahami realitas, belajar dari situasi dan menelurkan solusi lewat analisa kondisi. Sepakat? Solusi apa yang bisa lahir dari mahasiswa yang CUMA BISA NGENDON di kampus?
Sejarah mungkin saja bisa mencatat bahwa perbudakan akan melahirkan perlawanan. Akankah sejarah mencatat lagi perlawanan intelektual para mahasiswa Indonesia uang di belenggu oleh rantai pembodohan yang sistemik?
Absensi tidak pernah mencerdaskan kehidupan bangsa, absensi hanya bisa menciptakan mahasiswa pintar. Pintar bermain curang menitipkan absen dengan memanfaatkan kelengahan dosen yang tidak teliti menghitung jumalah mahasiswa. Pintar memanfaatkan absensi agar Full supaya lulus mata kuliah dengan nilai gemilang. Kita lupa esensi dari daftar hadir. System kehadiran di buat sedemikian rupa agar mahsiswa merasa hadir adalah sebuah harga mati. Sitem kehadiran tidak di arahkan sebagai proses pembentukan sikap yang benar-benar sadar nilai sebuah tanggung jawab untuk hadir.
Sadar nilai sebuah kedisiplinan. Bukan disiplin lewat proses "beoisasi", melainkan sebuah kesadaran utuh yang telah melewati proses tahap eksplorasi pikiran dan perenungan panjang yang akhirnya membentuk kesadaran berprilaku.
Laikkah anak-anak muda itu mati daya kreasinya karena absen ketat? Pantaskah para mahasiswa tak dapat bekerja paruh waktu karena system presensi? Patutkan generasi pembaharu ini kehilangan gairah juang hanya gara-gara daftar hadir?
Satu hal lagi yang perlu kita cermati bersama. Kebijakan absensi itu juga sering membuat mereka diperlakukan tidak adil. Betapa tidak, mahasiswa cerdas ini justru mendapatkan penghargaan, berupa mendaptkan nilai yang lebih kecil, dari pada renkan mereka yang lain., yang mungkin tak secerdas dan sekreatif mereka, dan mungkin tidak menguasai materi kulah sebaik mereka. Namun, rekan-rekan mereka yang tergolong jauh lebih "pintar" memanfaatkan system absensi untuk mendongkrak nilai akademis.
Ini PR buat anasir-anasir yang terkait dengan sitem absensi di universitas. Buka mata lebar-lebar, saksikan bahwa system absensi itu menyulitkan mahasiswa. Buka kalbu dalam-dalam, rasakan bahwa system presensi itu memasung idealisme mahasiswa. Ingat, ibarat tubuh manusia, system pendidkan nasional yang sudah kronis stadium 4 ini harus segera diobati.
Jangan terjebak dalam paradigma sesat pikir yang judulnya "tidak usah mencari siapa yang salah". Untuk mencari obat yang pas, harus dikenali betul bagian mana yang menjadi sumber primer penyakit, dan sumber sekunder penyakit.
Dikirim Oleh :
TELO_TELO- SALATIGA
Kategori : Pendidikan

Category :

About PMII Salatiga :
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Situs Resmi PMII Cabang Kota Salatiga, Berjuang Untuk Rakyat.

0 komentar